PWM Jawa Tengah - Persyarikatan Muhammadiyah

 PWM Jawa Tengah
.: Home > Berita > Abaikan Pencapresan Hatta Radjasa, Muhammadiyah Tetapkan Kriteria Pemimpin Bangsa

Homepage

Abaikan Pencapresan Hatta Radjasa, Muhammadiyah Tetapkan Kriteria Pemimpin Bangsa

Jum'at, 27-06-2012
Dibaca: 2425

Bandung - Menjelang Pemilu 2014, Muhammadiyah memilih menjaga jarak dengan semua partai politik, termasuk Partai Amanat Nasional (PAN). Selama ini, ada kesan kuat Muhammadiyah dan PAN tak bisa dipisahkan. Namun Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof. Dr. HM. Din Syamsudin, MA, menegaskan organisasinya tidak memiliki ikatan apa pun dengan PAN.
“Muhammadiyah tidak punya hubungan dengan parpol mana pun, baik dengan PAN maupun partai lain. PAN adalah PAN, Muhammadiyah adalah Muhammadiyah,” tegas Din Syamsudin usai menutup Tanwir Muhammadiyah di Bandung, Minggu (24/6).
Din pun dengan tegas menyatakan bahwa organisasinya tidak memedulikan langkah Hatta Rajasa yang maju dalam pencalonan presiden dua tahun mendatang. Menurut dia, langkah Hatta bukan urusan Muhammadiyah. “PAN mencalonkan ketua umumnya (sebagai presiden), itu terserah PAN, bukan urusan Muhammadiyah. Bagi Muhammadiyah itu EGP, emang gue pikirin,” tandas Din disambut tawa orang-orang di sekitarnya. Seperti diketahui, bulan lalu PAN resmi mendeklarasikan Hatta Rajasa sebagai capres partai itu pada Pemilu 2014.
Kepemimpinan Din menegaskan sikap Muhammadiyah terhadap PAN didasari fakta bahwa di antara kedua pihak tak punya hubungan seperti digambarkan selama ini. Karena itu, Din meminta parpol tidak mengklaim seenaknya, terutama menyebut punya hubungan dengan Muhammadiyah, demi mengambil keuntungan dari manuver tersebut.
Di tempat terpisah, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, Prof. Dr. Daelamy, menyatakan bahwa sikap politik Muhammadiyah adalah netral. "Muhammadiyah secara organisatoris dalam pandangan politiknya bersikap netral, dan membebaskan warganya untuk memilih siapapun pemimpin bangsa nantinya, tentunya dengan tetap melihat kriteria-kriteria pemimpin yang ditetapkan Muhammadiyah, misalnya kriteria sebagai kader Muhammadiyah, dan mempunyai komitmen untuk berkontribusi terhadap Muhammadiyah", tutur Prof. Daelamy.
Tanwir Muhammadiyah yang berlangsung tiga hari dan berakhir kemarin, antara lain menyoroti masalah kepemimpinan bangsa. Dalam pandangan ormas keagamaan itu, Indonesia tengah mengalami krisis kepemimpinan. “Kepemimpinan bangsa yang ada selama ini absen ketika diperlukan, lamban, bimbang, dan galau dalam mengambil keputusan, serta korup karena perilaku politik transaksional,” jelasnya.
Rekomendasi Kriteria Pemimpin Bangsa
Din Syamsuddin menyampaikan Muhammadiyah dalam Tanwirnya tidak dalam posisi mendukung atau mencalonkan capres tertentu, tetapi merekomendasikan kriteria pemimpin bangsa, yang artinya tidak saja untuk pemimpin Nasional, tetapi juga semua pemimpin di segala bidang. “Muhammadiyah tidak hanya menengarai bahkan meyakini adanya keruntuhan dibidang ekonomi, politik, hukum, dan yang lainnya, dan sudah semestinya Muhammadiyah ikut bertanggungjawab mengatasi hal tersebut. Salah satu faktor yang mempengaruhi keruntuhan bangsa adalah kepemimpinan bangsa, dan tidak hanya sebatas pucuk pimpinan,” jelasnya saat konferensi pers di Hotel Horison, Bandung, Ahad (24/06/2012).
Diantara kriteria yang dimunculkan Muhammadiyah sebagai syarat pemimpin bangsa menurut Din Syamsuddin, adalah masalah visi dan pencipta solidaritas. “Pemimpin harus mempunyai visi yang jelas, ke arah mana bangsa ini dibawa yang juga harus sesuai dengan cita-cita nasional, jangan hanya visinya sendiri. Pemimpin juga harus menjadi pencipta solidaritas, dan juga pengayom bagi rakyatnya yang sangat majemuk, dan jangan mengayomi untuk partainya sendiri,” tegasnya.
Sebelumnya, dalam rekomendasi yang dibacakan oleh sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr. Agung Danarto, Muhammadiyah merekomendasikan 7 kriteria pemimpin bangsa, diantaranya Visioner, Nasionalis-Humanis, Solidarity Maker, Risk Taker, Decisive, Problem Solver, Morally Committed.
Muhammadiyah Sebagai Kekuatan Civil Society
Muhammadiyah tidak terlibat politik kekuasaan, tetapi Muhammadiyah terlibat politik cultural dan yang dilakukan Muhammadiyah adalah reformasi kultural, maka Muhammadiyah tidak dalam posisi mendukung calon, atau mencalonkan seseorang untuk menjadi calon presiden republik Indonesia.
Din Syamsuddin menjelaskan Muhammadiyah sebagai kekuatan civil society adalah bagian dari gerakan masyarakat, serta gerakan budaya, sehingga yang dilakukan Muhammadiyah lebih pada reformasi melalui budaya. Lebih dari itu Din Syamsuddin menyampaikan, tetapi seandainya Muhammadiyah diminta untuk memberikan kadernya sebagai pemimpin bangsa, maka Muhammadiyah memiliki cukup banyak kader yang mumpuni. Muhammadiyah selama ini menurut Din Syamsuddin lebih banyak memberikan saran moral dan tidak akan pernah terlibat politik praktis.(Fakhrudin/suara merdeka/muhammadiyah.or.id)


Tags: Muhammadiyah, Din Syamsuddin, Kriteria Pemimpin Indonesia
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori: Berita Persyarikatan



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website